Tidak selamanya dua hal yang sama kuat menghasilkan sesuatu yang semakin kuat. Hal itu tercermin dari film yg baru saja saya tonton, Righteous Kill.
Film tersebut dibintangi dua orang aktor, yang siapa pun tak kuasa menyangkal kehebatan akting yang dimiliki mereka: Robert DeNiro dan Al Pacino. Pertanyaan awal yang kemudian timbul adalah: akan seperti apakah akting keduanya? Kemudian dilanjutkan dengan harapan: akan sebagus apa filmnya dengan keberadaan dua aktor sekaliber mereka?
Jujur, sebelum menonton film ini, saya sama sekali tidak terbekali oleh apapun, baik dari resensi ataupun recheck situs Ebert. Begitu juga Arnold Linting a.k.a Ode, yg hari itu menjadi teman menonton, juga tidak terbekali apapun. Kami berdua lagi-lagi hanya mengandalkan dua nama besar yg terpampang di poster, berharap (minimal) tidak akan merasa kecewa, seperti apapun jalan ceritanya.
Film tersebut bercerita mengenai dua detektif senior Amerika (DeNiro & Pacino) yang menyelidiki pembunuhan berantai. Mereka sudah menjadi partner selama puluhan tahun, sehingga sudah saling mengerti posisi, karakter, hingga pribadi masing-masing. Itu yang mereka pikir. Namun lama-kelamaan pembunuhan berantai yg sedang mereka selidiki, menguak apa yg sebetulnya terjadi dan menimbulkan konflik yang sebelumnya tidak akan pernah terfikir di antara mereka. Konflik apa? No, I won't tell any further than that. Just watch the film :).
Dari segi cerita sebetulnya menarik, konflik amat terasa, pilihan tepat bagi para penggemar cerita detektif. Namun yg menjadi mengecewakan adalah akting dynamic duo tersebut. Bukan karena mereka berakting buruk (kapan sih mereka berakting buruk?). Namun karena mereka sama2 berakting kuat, seperti terjadi adu karakter -- kalau tidak ingin disebut pembunuhan karakter. Keduanya istimewa, namun karena tidak ada perhitungan kapan mereka harus mengalah satu dengan lainnya, hasilnya menjadikan akting keduanya menjadi "biasa-biasa" saja.
Seharusnya dengan pengalaman akting puluhan tahun yang mereka miliki, mereka bisa mengukur, sejauh mana mereka saling mendukung satu sama lain. Seperti contoh di film The Godfather (1972), di mana Pacino beradu akting dengan aktor kawakan Marlon Brando (woohoo...!). Brando yang memiliki karakter (sangat) kuat berhasil melakukan dua hal: berakting secara total tanpa harus menumbangkan akting lawan mainnya. Brando dapat mengukur, kapan karakter yg diperankannya harus menonjol, dan kapan ia harus "mengalah" untuk dapat membuat lawan mainnya juga diperhitungkan oleh penonton. Hasilnya? The Godfather menjadi salah satu film terbaik sepanjang masa.
Hal ini menunjukkan prinsip Yin & Yang memang berlaku hampir di setiap keadaan. Tak selamanya yang kuat beradu dengan yang kuat berakhir dengan kemenangan salah satunya. Bisa jadi malah membunuh keduanya. Mengalah tidak selalu menjadi kalah, namun justru bisa membawa kebaikan kepada semua pihak. Bahkan bukannya tidak mungkin, pada akhirnya si pengalah yang malah menjadi pemenang.
Film tersebut dibintangi dua orang aktor, yang siapa pun tak kuasa menyangkal kehebatan akting yang dimiliki mereka: Robert DeNiro dan Al Pacino. Pertanyaan awal yang kemudian timbul adalah: akan seperti apakah akting keduanya? Kemudian dilanjutkan dengan harapan: akan sebagus apa filmnya dengan keberadaan dua aktor sekaliber mereka?
Jujur, sebelum menonton film ini, saya sama sekali tidak terbekali oleh apapun, baik dari resensi ataupun recheck situs Ebert. Begitu juga Arnold Linting a.k.a Ode, yg hari itu menjadi teman menonton, juga tidak terbekali apapun. Kami berdua lagi-lagi hanya mengandalkan dua nama besar yg terpampang di poster, berharap (minimal) tidak akan merasa kecewa, seperti apapun jalan ceritanya.
Film tersebut bercerita mengenai dua detektif senior Amerika (DeNiro & Pacino) yang menyelidiki pembunuhan berantai. Mereka sudah menjadi partner selama puluhan tahun, sehingga sudah saling mengerti posisi, karakter, hingga pribadi masing-masing. Itu yang mereka pikir. Namun lama-kelamaan pembunuhan berantai yg sedang mereka selidiki, menguak apa yg sebetulnya terjadi dan menimbulkan konflik yang sebelumnya tidak akan pernah terfikir di antara mereka. Konflik apa? No, I won't tell any further than that. Just watch the film :).
Dari segi cerita sebetulnya menarik, konflik amat terasa, pilihan tepat bagi para penggemar cerita detektif. Namun yg menjadi mengecewakan adalah akting dynamic duo tersebut. Bukan karena mereka berakting buruk (kapan sih mereka berakting buruk?). Namun karena mereka sama2 berakting kuat, seperti terjadi adu karakter -- kalau tidak ingin disebut pembunuhan karakter. Keduanya istimewa, namun karena tidak ada perhitungan kapan mereka harus mengalah satu dengan lainnya, hasilnya menjadikan akting keduanya menjadi "biasa-biasa" saja.
Seharusnya dengan pengalaman akting puluhan tahun yang mereka miliki, mereka bisa mengukur, sejauh mana mereka saling mendukung satu sama lain. Seperti contoh di film The Godfather (1972), di mana Pacino beradu akting dengan aktor kawakan Marlon Brando (woohoo...!). Brando yang memiliki karakter (sangat) kuat berhasil melakukan dua hal: berakting secara total tanpa harus menumbangkan akting lawan mainnya. Brando dapat mengukur, kapan karakter yg diperankannya harus menonjol, dan kapan ia harus "mengalah" untuk dapat membuat lawan mainnya juga diperhitungkan oleh penonton. Hasilnya? The Godfather menjadi salah satu film terbaik sepanjang masa.
Hal ini menunjukkan prinsip Yin & Yang memang berlaku hampir di setiap keadaan. Tak selamanya yang kuat beradu dengan yang kuat berakhir dengan kemenangan salah satunya. Bisa jadi malah membunuh keduanya. Mengalah tidak selalu menjadi kalah, namun justru bisa membawa kebaikan kepada semua pihak. Bahkan bukannya tidak mungkin, pada akhirnya si pengalah yang malah menjadi pemenang.